Tentang Burung Elang


Elang (Bahasa Inggris: eagle) merupakan salah satu dari hewan yang terdapat di seluruh Indonesia.

Ciri-ciri

Elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan tubuh yang diselubungi bulu pelepah. Sebagai burung, elang berkembang biak dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga anaknya sampai mampu terbang.
Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil seperti tikus, tupai dan ayam. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka. Paruh elang tidak bergigi tetapi mempunyai bengkok yang kuat untuk mengoyak daging mangsa. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan kuku yang tajam untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh.
Elang mempunyai sistem pernafasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai ventrikel.

Klasifikasi ilmiah Burung Elang

Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Accipitriformes
Famili : Accipitridae

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Elang
Bisa juga diklik situs berikut :
http://synaps.wordpress.com/2007/02/22/elang-dan-beberapa-spesiesnya-di-dunia/
http://en.wikipedia.org/wiki/Eagle
http://raptorindonesia.org/


Beberapa Jenis Burung Elang


Elang Hitam

Elang Hitam
Black eagle.jpg
Status konservasi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Animalia
Filum:Chordata
Kelas:Aves
Ordo:Accipitriformes
Famili:Accipitridae
Genus:Ictinaetus
Blyth, 1843
Spesies:I. malayensis
Nama binomial
Ictinaetus malayensis
Temminck, 1822


Identifikasi
Burung yang berukuran besar, dengan panjang (dari paruh hingga ujung ekor) sekitar 70 cm. Sayap dan ekornya panjang, sehingga burung ini tampak sangat besar bilamana terbang. Seluruh tubuh berwarna hitam, kecuali kaki dan sera (pangkal paruh) yang berwarna kuning. Sebetulnya terdapat pola pucat di pangkal bulu-bulu primer pada sayap dan garis-garis samar di ekor yang bisa terlihat ketika burung ini terbang melayang, namun umumnya tak begitu mudah teramati.[1] Jantan dan betina berwarna dan berukuran sama.
Sayap terbentang lurus, sedikit membentuk huruf V, dengan pangkal sayap lebih sempit daripada di tengahnya, serta bulu primer yang terdalam membengkok khas, membedakannya dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk yang hitam. Elang hitam juga sering terbang perlahan, rendah dekat kanopi (atap tajuk) hutan.Bulu Primar lebih menjari.
Terdapat 2 pose terbang, saat gliding (meluncur) dan soaring (mengintai). Saat gliding bulu paling ujung menekuk kedalam, dan saat soaring bulu ini terbentang dan terlihat menyamping.
Bunyi meratap berulang-ulang, biasanya disuarakan sambil terbang tinggi berputar-putar, klii-ki …klii-ki atau hi-li-liiiuw.
Burung remaja berwarna pucat, dengan coret-coret kuning pucat di sisi bawah tubuh dan sayap


Penyebaran dan kebiasaan
Elang hitam menyebar luas mulai dari IndiaSri Lanka hingga Asia TenggaraSunda BesarSulawesi dan Maluku.
Burung ini hidup memencar di dataran rendahhutan perbukitan hingga wilayah yang bergunung-gunung pada ketinggian sekitar 1.400 m (diJawa hingga sekitar 3.000 m) dpl.
Memangsa aneka jenis mamalia kecil, kadalburung dan terutama telur, elang hitam dikenal sebagai burung perampok sarang. Melayang indah, burung ini kerap teramati terbang berpasangan di sisi bukit atau lereng gunung yang berhutan. Dengan tangkas dan mudah elang ini terbang keluar masuk dan di sela-sela tajuk pepohonan.[2] Cakarnya yang tajam terspesialisasi untuk menyambar dan mencengkeram mengsanya dengan efektif.
Sarang berukuran besar terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan yang tersusun tebal, diletakkan pada cabang pohon yang tinggi di hutan yang lebat. Bertelur satu atau dua butir, bulat oval, sekitar 65 x 51 mm, berwarna kuning tua bernoda coklat kemerahan. Di Jawa berbiak pada sekitar bulan Mei.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Elang_Hitam


Elang Jawa
Elang Jawa
Javan Hawk Eagle (Spizaetus bartelsi) (464508083) (1).jpg
Status konservasi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Animalia
Filum:Chordata
Kelas:Aves
Ordo:Falconiformes
Famili:Accipitridae
Genus:Spizaetus
Spesies:S. bartelsi
Nama binomial
Spizaetus bartelsi
Stresemann, 1924
Sinonim
Spizaetus bartelsi

Identifikasi

Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklatkayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.[2]
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.[3]
Penyebaran, Ekologi, dan Konservasi

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng. [4]
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendahmaupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primersebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekundersebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walikpunai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajingkalongmusang, sampai dengan anakmonyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam(Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.[3]
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor.[5] Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.[6] Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi duniaIUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). [7] Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.[8]


Catatan Taksonomis

Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung Spizaetus nipalensis.[3]
Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.[9]

Festival Migrasi Burung “Elang” Pemangsa 2010

        Raptor atau elang keberadaannya selalu menarik untuk diperhatikan baik mengenai kehidupannya maupun hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Sebagai Top Predator dalam piramida makanan menjadikan keberadaan dan fungsi raptor sangat penting sebagai penyeimbang ekosistem sebuah kawasan. Akan tetapi, pada saat ini hampir sabagian besar pemasalahan yang dihadapi oleh komunitas burung pemangsa terutama di Indonesia adalah tingginya tingkat kerusakan hutan (deforestasi, degradasi dan fragmentasi) yang menjadi habitatnya ditambah semakin maraknya illegal logging. Perburuan dan penangkapan untuk perdagangan satwa yang saat ini masih terlihat semakin marak dibeberapa tempat walaupun seluruh jenis elang telah mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah melalui UU no 5 tahun 1990 dan PP No 7 & 8 Tahun 1999.
         Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi migrasi burung pemangsa. Tiap tahunnya, elang yang berasal dari Cina, Jepang, Siberia tengah melakukan perjalanan ke bumi bagian selatan untuk menghindari musim dingin dan keterbatasan makanan. Sejak tahun 2001, monitoring ribuan burung elang yang bermigrasi telah dilakukan di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan.  Beberapa tahun belakangan ini perkembangan minat baik dari kalangan masyarakat dan mahasiswa semakin tinggi.
        Raptor Indonesia (RAIN) bekerjasama dengan teman-teman relawan yang terdiri dari mahasiswa kampus di Bogor, Jakarta dan pengamat burung mengadakan Festival Migrasi Elang Pemangsa yang bertujuan untuk mewujudkan pengembangan upaya perlindungan dan konservasi burung pemangsa melalui pengamatan migrasi dan festival migrasi burung pemangsa sebagai Point Kunci “Keys point” di Jawa dan Bali.
        Menurut Gunawan, Ketua Umum Raptor Indonesia (RAIN) :”Festival raptor migran merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting untuk dijadikan sebuah kegiatan berskala besar untuk melihat secara langsung migrasi burung pemangsa di alam dan sebagai event bagi masyarakat umum untuk mencintai alam, sehingga ajang festival ini di samping menjadi sarana wisata juga berguna sebagai sarana pendidikan dan penyadartahuan bagi  masyarakat tentang lingkungan”.
        “Kami akan melakukan beberapa kegiatan pada event ini, yaitu Pelatihan dan Pengenalan Migrasi Burung Elang Pemangsa dan Pengamatan bersama di Paralayang, Puncak. Hingga saat ini peserta pelatihan sudah mencapai 35 orang dan peserta meningkat dari kegiatan festival sebelumnya. Dan kegiatan ini, tidak hanya di Bogor saja, namun juga di Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang dan Bali,” demikian dikatakan oleh Asman A. Purwanto, Kordinator Festival Migrasi Raptor Indonesia  2010.
        Kegiatan pengamatan akan berlangsung setiap Sabtu dan Minggu selama bulan Oktober 2010, sedangkan kegiatan pelatihan dan pengenalan migrasi burung elang pemangsa akan berlangsung pada tanggal 9-10 Oktober 2010 di di Gedung Pertemuan CICO, Jl. Tumenggung Wiradiredja No. 216, Cimahpar, Bogor Utara, Bogor.
Sumber : http://raptorindonesia.org/press-release-festival-migrasi-elang-pemangsa-2010/

Bagaimana Raptor Melakukan Migrasi



KC Yian 2001
Apakah migrasi itu?
Migrasi adalah perpindahan atau penyebaran satwa liar pada musim tertentu dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makan atau berkembangbiak. Untuk benua yang memiliki lebih dari dua musim memiliki banyak satwa liar yang melakukan migrasi ketika terjadi perubahan musim maupun kondisi tempat tinggal mereka sehingga satwa liar yang tinggal di lokasi tersebut sulit untuk bertahan hidup karena sulitnya mencari makanan.
Migrasi Raptor, Raptor yang ber-migrasi di dunia di perkirakan sekitar 183 jenis atau setara dengan 62% raptor yang ada melakukan migrasi meninggalkan daerah berbiaknya karena terjadi perubahan iklim lingkungan yang ekstrim. Pada saat terjadi perubahan musim, raptor-raptor tersebut akan melakukan migrasi atau berpindah ke daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Rata-rata raptor yang melakukan migrasi ke indonesia adalah dari Benua Utara dan Timur ke Indonesia pada musim dingin yaitu September hingga November dan  dari Selatan(Australia) pada musim panas.

KC Lim 2009
Pola Migrasi
Bildstein 2006 mengelompokan pola migrasi ini menjadi 3(Tiga) kelompok yaitu;
  1. Migrasi Penuh(Complete Mirants) dimana lebih dari 90% dari semua individu migrant meninggalkan Lokasi berbiak.
  2. Migrasi Tidak Lengkap(Partial Migrants) dimana kurang dari 90 % semua individu meninggalkan lokasi berbiak, dan
  3. Migrasi Lokal(Local migrants) yaitu pola pergerakanya disebabkan oleh perubahan lingkungan setempat dan tidak bisa diperkirakan sehingga kebiasaan migrasinya tidak teratur seperti dua pola sebelumnya.
Bagaimana cara Raptor ber-migrasi?
Pada umumnya waktu yang digunakan raptor untuk melakukan migrasi adalah di siang hari. Di siang hari kondisi thermal(panas bumi) yang keluar cukup bagus sehingga akan memudahkan raptor melakukan migrasi karena selain menggunakan sayap raptor juga mengandalkan kandungan thermal di udara yang akan mendorong mereka ke atas dan meluncur. Jalur yang digunakan raptor bermigrasi adalah dari utara ke selatan dan selatan ke utara. Lalu bagamana dengan jalur yang digunakan raptor itu bermigrasi?. Raptor yang melakukan migrasi akan menggunakan jalur migrasi yang mereka gunakan setiap musimnya.

jalur migrasi raptor dari utara ke selatan
Selain itu, raptor yang bermigrasi juga menghindari selat atau laut yang cuup panjang dan luas karena biasanya di selat maupun laut kandungan thermal dan kondisi angin tidak menentu bisa berubah setiap waktu dan itu akan menyulitkan raptor menuju daerah tujuannya.

Terus bagaimana cara mereka menggunakan kandungan thermal itu?

Ilustrasi Thermalling pada raptor migran(KC, Lim 2009)
Pada siang hari di bawah kondisi udara yang panas akan naik meningkat. Dalam keadaan seperti itu biasanya raptor akan melakukan soaring(berputar) ke atas dan membuat lingkaran. Cara seperti itu akan dilakukan berulang-ulang dari satu thermal ke thermal lain sampai ke lokasi yang akan  di tuju.

Sumber : http://raptorindonesia.org/bagaimana-raptor-melakukan-migrasi/



Raptor di Indonesia
Diseluruh dunia diperkirakan ada sekitar 285 – 310 jenis raptor (Amadon and Bull, 1988, Kerlinger, 1989, Sibley and Monroe, 1990 and del Hoyo et al., 1994). Asia menempati jumlah tertinggi dengan 90 jenis raptor, dan sekitar 75 jenis diurnal raptor (67,5%) bisa diamati dan ditemukan di Indonesia (Colijn, 2005). Jumlah itu terdiri dari keluarga Pandionidae (1), Accipitridae (64) dan Falconidae (10), dan 15 diantaranya merupakan jenis yang endemik (Prawiradilaga et al., 2003). Diantara jenis yang endemik itu adalah Elang jawa Spizaetus bartelsi, Elang sulawesi (Spizaetus lanceolatus), Alap-alap sulawesi (Accipiter griseiceps), Elang alap halmahera (Accipiter henicogrammus) dan Elang ular bawean (Spilornis baweanus). Untuk kelompok Strigiformes (biasanya disebut burung hantu), Ed Colijn (2002) mencatat sekitar 34 jenis dari dua keluarga Tytonidae dan Strigidae, dan diperkirakan sekitar 16 merupakan jenis yang endemik.
Migrasi Raptor
Setidaknya 183 jenis atau 62% dari semua jenis raptor yang ada melakukan atau memiliki kecenderungan bermigrasi karena pengaruh musim. Pola migrasinya ada tiga (Kerlinger, 1989), yaitu migrasi penuh (complete migrants) dimana lebih dari 90% dari semua individu meninggalkan lokasi berbiak. Silanjutnya ada yang disebut migrasi tidak lengkap (partial migrants) dimana kurang dari 90% dari semua individu yang meninggalkan tempat berbiak, dan ada juga yang disebut dengan irruptive/local migrants yang pola pergerakan perpindahanya terkait dengan dengan kondisi lingkungan setempat dan tidak bisa diperkirakan sehingga kebiasaan migrasinya tidak teratur seperti yang terjadi pada kedua pola sebelumnya.
Apakah Migrasi Raptor dan Kapan Migrasi Raptor itu?
Migrasi adalah perpindahan atau penyebaran satwa liar dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makan atau berbiak. Migrasi raptor terjadi dan masuk ke Indonesia terjadi ketika di benua bagian utara sedang terjadi atau masuk musim dingin atau musim gugur yang terjadi pada bulan September-November. Ketika masuk musim tersebut, kondisi alam tidak memungkinkan untuk si raptor bertahan hidup karena susahnya untuk mencari makan. Pada bulan-bulan tersebut di Indonesia dinamakan sebagai arus kedatangan Raptor Migran.
Ketika ada sebuah kedatangan maka akan ada juga yang dinamakan arus balik. Arus balik migrasi raptor itu terjadi pada musim Semi yaitu bulan Maret-Mei. Ketika masuk pada musim semi, raptor migran itu akan kembali lagi ke tempat asalnya untuk berbiak.
Jenis Raptor Yang Melakukan Migrasi
Jenis Raptor yang melakukan migrasi ke Indonesia setidaknya ada 5 Jenis  yaitu;
1. Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhinchus)orientalhoneybuzzardjuvenile

2. Elang Alap Cina (Accipiter soloensis)chinesesparrowhawkmmale
3. Elang Alap Nipon(Accipiter gularis)japanesesparrowhawk
4. Baza hitam(Aviceda leuphotes)blackbaza
5. Elang Kelabu(Butastus indicus)greyfacedbuzzard
Dimana Kita Bisa Melihat Raptor Migran
Kita dapat melihat Raptor Migran dari tempat yang tinggi seperti pada punggungan gunung dengan jangkauan pandangan yang cukup luas atau daerah semenanjung yang menghadap ke laut(selat).
Lokasi Pengamatan Raptor di Jawa Barat;
doc foto; Uni Konservasi Fauna- IPB


–Bogor (Gn. Halimun, Gn. Gede Pangrango, Puncak, Cagar Alam Telaga Warna)
–Bandung (Cagar Alam Tangkuban Perahu, Papandayan, dll)
Dokumentasi Photo;
Photo Elang; 1,2,3,4 dan 5 Photograph by Chaiwat Chinuparawat
Photo Pengamatan by Uni Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor

Sumber : http://rain2008.wordpress.com/tentang-raptor/migrasi-raptor/


numpang info

Pengunjung


ip address
counter

Total Tayangan Halaman

Info untuk tambah-tambah uang receh (bagi yang berminat...)

prepare for mudik

prepare for mudik